Sabtu, 02 Desember 2017

RASA


          Ada rasa yang tak biasa, menjalar ke seisi ruang hati. Semakin hebat dan semakin erat menggenggam hati, tak dapat dilepas selagi belum terucap. Semakin hari semakin aneh saja, semakin tak tertebak dan tak terarahkan. Rasa yang awalnya biasa berubah menjadi semakin luar biasa, semakin besar dan tak tahu artinya apa. 

        Waktu yang mungkin bisa menjawabnya, menjelaskan ada apa dengan rasa yang ada saat ini. Kenapa semakin berat saja, merubah segala sesuatu yang dulu baik-baik saja menjadi rumit karena ada rasa yang tak biasa. Kita terasa seperti orang asing yang tak saling tahu, tak saling sapa padahal awalnya kita adalah dua orang yang selalu tertawa bersama, dan saling berbagi penggalan-penggalan kisah yang kita punya. 

        Rindu yang sedang ku rasa saat ini, rindu akan hal-hal yang dulu sempat ada namun sekarang mulai memudar dan entah kemana. Akan kah rasa itu dapat tertangkap? Ah entahlah, mungkin tak dapat karena kita semakin tak tersatukan oleh keadaan dan rasa yang tak sama. Hingga semakin jauh saja terbentang diantara jarak yang menyekat hebat dan dinding yang semakin tinggi menghalangi hati. 

        Walau jarak yang terkadang dekat tanpa penyekat namun ada saja rasa yang berbeda, terasa canggung untuk sekedar bertanya hal-hal biasa. Saling bertemu tatap mata tapi tak ada satupun kata yang mampu terucap, ingin bercengkrama seperti yang lalu tapi tak bisa. Biar sajalah biar hati yang merasakannya, biar hati yang bertanya walau akhirnya tak terjawab.

       Mungkin kita memang ditakdirkan berjumpa saling berbagi tapi tidak untuk merasakan hal yang sama, karena kita hanya pejuang rasa yang berbeda. Selamat berjuang wahai perasa yang selalu ada didalam rasa, semoga rasa mu dapat terbalaskan oleh rasa yang diharapkan. Biar saja rasa ini ku tutup rapat dan dirasakan sendiri saja.



Minggu, 12 November 2017

SEPTEMBER

Awal september kau hadir bagai pelangi yang memberi warna indah diatas langit yang begitu gelap. Hanya abu-abu yang dulu aku kenal, namun saat senyum itu merekah dari bibir mu yang merah aku mulai berubah dan banyak mengenal warna yang begitu indah. Satu persatu kebahagiaan mulai menghampiri, mendampingi aku dan kamu yang mulai saling memahami. Memang cukup sederhana perkenalan itu, namun dapat mebuat kita menjadi semakin yakin untuk saling memiliki. Dan “Sayang” adalah kata pertama yang begitu indah keluar dengan nada bass mu itu, ku dengar untuk yang pertama kalinya sejak kita mulai saling merasakan ada getaran lain yang melebihi rasa dari sebuah teman biasa. Ku pikir itu hanya ilusi semata saja namun ternyata salah. Dan sikapmu pun mulai berubah menjadi semakin hangat dan penuh dengan kata indah yang berusaha untuk memikat dan meyakinkan ku agar berlabuh di dermaga hati yang menginginkan ku. Hingga akhirnya dinding pemendam rasaku pun runtuh, dan aku mulai sedikit membuka hati pada sosok mu yang begitu ramah. Mulai yakin untuk berlabuh didermaga mu itu dan mulai terpikat akan hangatnya perhatian mu itu. Hari demi hari tak ada satu pun waktu yang terlewatkan untuk selalu membuatku tersenyum sendiri seperti orang yang setengah waras. Kamu selalu tahu saat-saat yang tepat untuk membuatku menimpulkan senyum diwajah ku, bahkan rasanya kau tak pernah kehabisan akal untuk selalu membuat ku merasakan indahnya dimabuk asmara. Tak pernah bosan dengan mengingatkan ku agar tetap istiqomah dalam beribadah, tak pernah lupa untuk mengingatkan ku agar tetap bersemangat dalam mengejar impian, dan selalu memberi perhatian yang begitu hebat saat aku merasa boasan akan keadaan yang sering membuatku tak nyaman. Sikap mu itu yang semakin membuat ku merasa semakin takut kehilangan sosok mu. Karena perhatian mu telah meracuni pemikiran ku, hingga menjadi candu didalam hati. Sikap keimaman dalam dirimu yang selalu membimbing ku dalam jalan yang diperintahkan-Nya. Dan kenyamanan ini bukan hanya kenyamanan biasa, tapi sangat luar biasa. Ku akui kau sosok yang begitu istimewa, berharga, hebat, dan tak heran jika banyak wanita yang terkesima oleh mu. Dan aku adalah salah satu dari mereka, namun aku yang beruntung diatara mereka karena aku menjadi pilihan mu untuk saat ini. Setelah beberapa bulan kita melewati kebahagiaan itu, ada satu dari sekian banyak hangatnya sikap mu yang mulai terkikis dimakan putaran zaman. Dari mulai renggangnya komunikasi, tak ada perhatian khusus lagi dan masih banyak hal lainnya. Itu semua muali berubah hilang satu persatu dan membuat kita semakin berada diujung jembatan yang hampir putus ditengah jurang. Hingga puncaknya adalah di tenngah september tahun kedua, setelah semua semakin berubah dan tak ada lagi kisah yang indah diantara kita. Hanya keraguan yang semakin merasuki jiwa, kegalauan yang semakin membuat tak tenang hati. Ku putuskan untuk mencari tahu apa alasan mu menjadi seperti ini, dan ternyata hanya karena ada dia kau berubah menjadi sangat dingin tak peduli kepada ku. Lantas selama ini kisah indah itu kau anggap apa? Perhatiaan mu itu apa? Ingatkah dengan semua itu? Ah, sudahlah. Aku sudah tak tahan dengan hal itu, dan akhirnya aku mengambil jalan untuk menyudahi saja kisah indah yang dulu pernah ku lalui brsama mu. Saat ku meminta hal itu kau menahan ku untuk tidak pergi, tapi apakah kau pernah memikirkan bagimana rasanya setelah membangun namun dipatahkan begitu saja? “Aku bosan memendam rasa kecewa ku ini, aku sakit saat aku mengetahui kau bersamanya. Aku lelah saat menunggu namun dikecewakan, aku tak kuat lagi untuk berpijak diatas kesetiaan namun dikhianati. Mengertilah karena aku juga punya hati.” Kau diam mendengar kata ku, hati mu terasa terhantam karang yang begitu besar. Kaki mu melemah dan ambruklah tubuh mu yang gagah dihadapan lutut ku. Kau berkata bahwa kau menyesal, dan tak ingin kehilang ku. Tapi nyatanya aku tetap keras dengan pilihan ku, karena rasa ini sudah begitu dalam terlukai oleh mu. “Sudahlah, jangan seperti ini. Aku tak ingin berada pada lingkaran orang-orang yang tak bisa menjaga hati dan dan janjinya itu. Jika memang kau bahagia bersamanya silahkan sajaa, aku bahagia jika kaupun bahagia.” “Tidak aku tidak bahagia, aku hanya bahagia bersama mu” tolakan mu dengan sangat keras. “Lantas jika seperti itu kau ingin menyiksa ku terus menerus dengan cara mu seperti ini? Aku ingin bahagia, tolong lepaskan aku. Aku ingin terbebas dari luka ini, tolong mengertilah jika kau menyayangi ku.” Kau kembali terdiam, meneteskan air mata tanda penyesalan. Kau berpikir dengan kritis, langkah apa yang akan kau ambil. Kau bagai ada di persimpangan jalan yang tak tau kemana arah kau pergi, berada pada kedilemaan hati yang sangat membingungkan. Hingga akhirnya kau memutuskan untuk melepas ku mencari kebahagiaan ku sendiri karena kau ingin melihat ku bahagia dan terbebas dari hati mu yang telah terbagi dua. Atas nama cinta kau mencoba ikhlas berpisah dengan ku. Aku pun berterimakasih padamu yang sempat menjadi pesinggah indah yang pernah mengisi abu-abu ku menjadi berwarna. Atas nama cinta pula ku mencoba melangkah mundur dari mu demi kebahagiaan kau, dia, dan aku.

Kamis, 13 Juli 2017

CERPEN SAHABAT JADI CINTA


 Ku kira tuhan akan mempersatukan kita sebagai sepasang kekasih, namun ternyata tuhan hanya mempersatukan  kita sebagai teman. Apa salah jika aku berharap lebih dari itu? Apa aku salah menyimpan rasa ini untuk mu? Tidak bisakah kita bersatu sebagai sepasang kekasih? Semoga waktu berpihak pada kita, dan mempersatukan kita untuk selamanya. Tidak mudah memang menutupi rasa ini namun inilah isi dari hati ku.
Empat tahun sudah ku mengenalnya, namun satu tahun terakhir ini ada rasa yang berbeda menjalari setiap isi hati ku. Entah sejak kapan rasa itu hadir namun yang ku tahu rasa ini sungguh menyiksa. Karena setiap ku melihat mu dengan wanita lain ada rasa tak suka yang timbul di hati ini. Saat kau menceritakan wanita yang kau suka ada rasa sakit yang amat mendalam didasar hati ini. Namun, apa dayaku yang hanya dianggap sebatas teman oleh mu.
Andrean Fajar Putra, itulah laki-laki yang mampu mengubah rasa yang biasa menjadi luar biasa. Laki-laki jangkung berkulit putih dan berparas tampan yang mampu membuat ku lupa bahwa kita hanya sebatas teman. Karena perhatiannya itulah aku menyukai sosoknya.
“ Denita Aldeandra!” teriaknya mengagetkan ku.
“ Eh iya, apa Jar? Ada apa? Bisa ga gausah teriak gitu, bikin kaget tahu”
“ Haha, lagian lu bengong mulu dari tadi lagi mikirin apa si? Mikirin gue ya? Haha ”
“ Ng.. ii.. nggak dih Apa si pede banget,ngapain juga mikirin lu. Udah deh intinya mau ngapain kesini Jar?”
Nyaris saja aku keceplosan mengiyakan pertanyaannya itu. Tapi memang  benar katanya, akhir-akhir ini aku memang sering duduk sendiri memikirkan dia. Entah kenapa aku tak bisa melupakan dia walau hanya satu detikpun.
“ Haha, yaudah si ya biasa aja kali De. Ini gue mau balikin buku yang kemaren gue pinjem De, makasih ya lu terbaik emang. Eh iya, gue boleh cerita gak?”
“ Oh buku, iya sama-sama Jar. Yaudah si tinggal cerita aja, biasanya juga lu langsung nyerocos cerita ini itu jar. Udah ayo apa? Mau cerita apa? Masalah cewe? Lagi berantem? Apa lagi mau jalan?”
“ Haha, setdah nanyanya satu-satu napa. Jadi gini De, besok itu kan Febri ulang tahun gue bingung mau ngasih apa. Lu ada saran gak kira-kira gue ngasih apa sama dia? Yang sweet tapi De”
            Jleebbb, rasanya saat dia berbicara seperti itu serasa ada pisau tajam yang menghujam keras kearah hati ini. Sebisa mungkin aku menjawabnya dengan tenang tanpa menampakkan kesedihan dan kekecewaan ini.
“ Yee, dikira kenapa. Yaudah kasih aja apa yang dia mau kali Jar ditambah puisi sama mawar gitu”
“ Bagus juga De ide lu, tapi bikinin ya puisinya. Haha”
“ Iya dong. Dih napa jadi gue yang bikin, bikin aja sendiri"
••••••••••SAHABAT JADI CINTA•••••••••
“ De,nanti malem lu dateng kan ke acaranya Febri?”
“ Iya bawel, gue dateng ko”
“ Yaudah nanti jam 7 gue jemput ya?”
“ Iya, yaudah sana balik siap-siap mau ke acara pacar harus rapi”
“ Ngusir nih ceritanya? Yaudah gue balik deh ya, bye”
“ Iya, hati-hati”
Pria jangkung itupun bergegas pergi dengan mobilnya. Akupun segera memasuki rumah dan bersiap untuk menghadiri acara Febri. Waktu sudah hampir pukul 7 namun aku belum juga selesai dengan aktivitas ku yang sibuk memilih baju. Tak lama kemudian Fajar sampai kerumah untuk menjemput ku.
“ Assalamualaikum”
“Waalaikumsallam”
“ Bu, Denitanya ada?” Tanyanya pada Ibu ku.
“ Bentar ya nak, ibu panggilin dulu kamu masuk aja dulu.”
“Iya bu”
Ibupun segera bergegas menuju kamar ku, diikuti Fajar yang melangkah masuk ke ruang tamu untuk menunggu ku.
“De, itu Fajar nunggu di depan buru kasian. Lama banget dandan tuh ya” omel ibu.
“Iya bu, ini bentar lagi” dengan terburu-buru akupun memutuskan untuk memakai gaun pemberian Fajar.
“Cepet de”
“Iya ibu, ini udah ko” aku segera keluar menemui Fajar.
Saat aku keluar dari kamar, Fajar menatap ku dengan tatapan tajam. Entah tatapan apa itu, mungkin tatapan kesal atas ulah ku yang membuatnya menunggu lama. Namun ternyata salah, tatapan itu adalah tatapan kekagumannya pada ku.
“Denita” sapanya, dan iapun bangkit dari duduknya itu.
“Iya Jar, kenapa?”
Fajar pun terdiam. “ Woy biasa aja kali liatinnya, udah ayo buru entar telat”
“ Eh, iya. Tapi lu tumben dadan gini, asli cantik banget De. Beda dari biasanya deh”
Akupun hanya bisa tersenyum dan tersipu malu mendengar ucapannya itu.
“Yaudah ayo berangkat De” katanya sambil menarik lengan ku, lalu berpamitan pada Ibu.
Sesampainya di acara tersebut, Fajar langsung menemui Febri dan memberikan kadonya itu. Namun ternyata setelah Fajar memberikan kado tersebut, Febri mengatakan sesuatu yang membuat Fajar sangat marah dan kecewa.
“Jar maksih ya kadonya, gue suka”
“Iya feb, sama-sama”
“Tapi maaf ya Jar, kita harus putus”
“Loh kenapa Feb?” Tanya Fajar pada Febri.
“Kita udah ga cocok, gue juga udah nemuin orang yang pas buat gue maaf ya Jar”
“Oh gitu, yaudah long last ya Feb. Makasih buat lukanya, bahagia ya lu sama dia!” dengan nada kesalnya itu.
            Fajar pun segera meninggalkan Febri dan menghampiri ku. Terlihat ada raut kesedihan, kekecewaan dan kemarahan semuanya bercampur menjadi satu di muka Fajar.
            “De, balik yu?”
            “Loh ko balik? Acaranya belum selesai kali Jar. Napa sih?”
            “Udah ayo balik, entar gue certain di jalan. Ayo!” paksa Fajar.
            “Yaudah ayo, gak usah monyong Jar lu jelek soalnya. Haha”
            “Sial, udah ayo!”
••••••••SAHABAT JADI CINTA•••••••••
            Dua minggu berlalu dan pagi ini kembali menghampiri, aktivitas hari ini sudah menunggu ku di luar sana. Tapi kenapa pria jangkung berkulit putih itu sudah memarkirkan mobilnya di halaman rumah ku? Rasanya aneh, tak biasanya ia seperti itu. Dengan balutan seragam putih abu itu rasanya dia semakin tampan saja, dan langsung saja aku menghampirinya yang sedang menunggu itu.
            “Fajar, tumben lu kesini. Ada apa? Ko mampir kesini? Emang ga berangkat sendiri?” cerocos ku.
“Bisa ngga mba, kalo nanya itu satu-satu. Gue kesini mau jemput lu kali De kita berangkat bareng. Mau kan?”
“Hah, gak salah lu? Biasanya juga sendiri, lu kenapa? Kesambet apa pak? Haha”
“Anjir gue serius taplak, udah ayo. Gue lagi pengen berangkat bareng lu aja gitu”
“Haha, iya deh iya. Yaudah ayo”
            Tak terasa pagi sudah berlalu, Matahari sudah berada tepat diatas kepala. Sekolahpun sudah dibubarkan, dan saatnya pulang. Tapi saat aku menunggu angkot tiba-tiba Fajar lewat dihadapanku dan dia pun memberhentikan mobilnya. Ia keluar dari mobilnya itu.
            “De, pulang bareng gue aja yu?”
            “Hmm, yaudah deh jar ayo”
            “Tapi temenin gue ke toko buku dulu ya, gue mau beli novel dulu soalnya”
            “Iya Jar, mau beli novel apa sih emang?”
            “Apa aja dong, rahasia. Haha”
            “ Dih, emang buat siapa novelnya?” selidik ku.
            “Kepo deh kaya dora De, udah ayo jalan”
            “Iya deh” akupun memasuki mobilnya itu.
••••••••SAHABAT JADI CINTA••••••••
            “Jar, lu beli novel itu? Dih gak bilang-bilang, lu kan tau gue pengen banget novel itu” omel ku.
“Iya, emang kenapa? Suka-suka gue dong ya mau bilang apa ngga, lagian gue juga males ngomongnya sama lu. Haha”
“Anjay, awas lu ya” dengan nada sengak dan wajah kesel.
“yee, biasa aja kali gausah ngambek gitu. Jelek tau”
“Auah”
“Yaudah sebagai gantinya karena gue gak bilang sama lu, kita nonton aja yu abis itu makan” bujuknya.
            Akupun tak percaya, dengan ucapannya itu namun rasanya hatiku sangat senang mendengarnya. Tak biasanya dia seperti itu, ah apa ini hanya harapan semata yang sedang ia tebar pada gadis yang saat ini sedang menyukainya? Entahlah.
            “Yaudah deh iya gapapa”
            “yaudah cus beli tiketnya dulu”
Kami pun membeli tiket terlebih dulu dan kini kami menunggu filmnya untuk diputar. Sambil menunggu kami sesekali bercanda dan tertawa seperti tanpa beban.
••••••••SAHABAT JADI CINTA••••••••
Setelah menonton film kami pun bergegas untuk pergi kesebuah tempat makan, disana kami saling mengenal satu sama lain.
“Penakut lu De, orang filmnya biasa aja juga gak serem-serem banget. Modus ya pengen gue perhatiin. Haha” ledek Fajar.
“Dih, siapa juga yang modus. Lu gak kira-kira kalo milih film, bete ah”
“Yee, malah bete udah cepet makan De gue tau ko lu laper. Haha”
“Rese!”
••••••••SAHABAT JADI CINTA••••••••
Beberapa minggu itulah yang menjadi rutinitas kami, pergi bersama dan menghabiskan waktu seharian berdua. Dari mulai pagi hingga malam, dari mulai sekolah, jalan, dinner, dan belajar bersama.
Hingga tiba saatnya hari ini tepat pada ulang tahun ku yang ke 17 dia benar-benar berbeda kepada ku. Sikapnya sangat hangat dan sangat menyenangkan, membuat ku semakin benar-benar menyukainya. Ya tuhan lelaki jangkung berkulit putih itu benar-benar telah membawa separuh hati ku pergi.
“Happy sweet17 De, wish you all the best” katanya sambil menyodorkan sebuah bingkisan kepadaku.
“Thanks my taplak kuh, ini apa dah pake acara kado-kadoan segala?”
“Ini buat lu De, maaf ya gak seberapa. Gue harap lu suka”
“Gue buka ya gapapa kan?”
“Iya buka aja gapapa ko”
Setelah merobek kertas bungkusan kado itupun aku terkejut, ternyata isinya adalah sebuah novel yang dulu dia beli bersama ku.
“Jar, ini buat gue?” tanyaku pada dia,  karena tak percaya,
“Iya De, itu buat lu. Buka deh halaman terakhirnya” suruhnya pada ku.
“Emang kenapa?”
“Udah buka aja”
Aku pun membuka halaman terakhir novel tersebut dan ternyata ada sebuah puisi.
Kamu……
Adalah orang yang ku ingin.
Cinta…….
Adalah rasa yang ku harap.
Hati…….
Adalah penunggu setia dari keduanya.
Untuk kamu Denita Aldeandrea,
Wanita yang selama ini ku cari sudah lama ku menanti mu.
Dan kini saatnya kamu mengetahui bahwa aku sangat mencintai mu.
Apakah kamu bersedia untuk menjadi teman hidup ku?
Kita lewati setiap helaan nafas dan langkah kita bersama selamanya.
Andrean Fajar Putra.
Aku tak percaya dengan isi puisi tersebut, apa ini hanya mimpi? Atau hanya halusinasi semata? Ah, tolong bangunkan aku dari tidur ku, tolong sadarkan aku dari halusinasi ku. Tapi ternyata itu tak mimpi, dia langsung menanyakan jawaban ku.
“Gimana De, mau ga?”
“Eh, ini serius Jar?” tanyaku yang masih tak percaya.
“Iya Denita Aldeandra, itu serius. Gue sadar kalo gue Cuma butuh lo, dan gue cuma sayang sama lo. Jadi gimana mau ngga?”
“Hmm, gimana ya?”
“Ayo dong kepastiannya De”
“Iya deh iya Jar gue mau ko” jawab ku atas segala pertanyaannya itu.
“Serius? Mau? Beneran? Makasih De, lu emang the best De ga salah gue pilih lu. Love you my girl friend”
“Iya taplak, love you too my boy friend”
Kami pun tertawa bersama setelah apa yang terjadi hari ini, dia yang mampu mencuri hati ku kini benar-benar menjadi teman hidupku. Dan kami pun sudah menceritakannya pada kedua orang tua kami, dan merekapun mengizinkan aku dan Andrean Fajar Putra sang lelaki jangkung berkulit putih untuk bersama.
            Ketika seorang sahabat berharap lebih apa itu salah? Ketika seorang sahabat menyimpan rasa yg lebih apa itu salah? Tidak ada yang salah dari itu semua, karena waktu akan menjawabnya. Jika memang berjodoh mungkin kita akan ditaqdirkan untuk bersama. Dan itulah kisah ku yang berharap lebih dari seorang sahabat, hingga akhirnya berubah menjadi sebuah cinta yang tulus tanpa alasan.
••••••••SAHABAT JADI CINTA••••••••

Pergi atau Bertahan

Hellooo..... Apa kabar? Lama tak mengisi laman blog ini. Rasanya rindu menulis hehe, baiklah para pembaca setia kali ini saya akan me...