Ku kira tuhan akan mempersatukan
kita sebagai sepasang kekasih, namun ternyata tuhan hanya mempersatukan kita sebagai teman. Apa salah jika aku
berharap lebih dari itu? Apa aku salah menyimpan rasa ini untuk mu? Tidak
bisakah kita bersatu sebagai sepasang kekasih? Semoga waktu berpihak pada kita,
dan mempersatukan kita untuk selamanya. Tidak mudah memang menutupi rasa ini
namun inilah isi dari hati ku.
Empat tahun sudah ku mengenalnya,
namun satu tahun terakhir ini ada rasa yang berbeda menjalari setiap isi hati
ku. Entah sejak kapan rasa itu hadir namun yang ku tahu rasa ini sungguh
menyiksa. Karena setiap ku melihat mu dengan wanita lain ada rasa tak suka yang
timbul di hati ini. Saat kau menceritakan wanita yang kau suka ada rasa sakit
yang amat mendalam didasar hati ini. Namun, apa dayaku yang hanya dianggap
sebatas teman oleh mu.
Andrean Fajar Putra, itulah
laki-laki yang mampu mengubah rasa yang biasa menjadi luar biasa. Laki-laki
jangkung berkulit putih dan berparas tampan yang mampu membuat ku lupa bahwa
kita hanya sebatas teman. Karena perhatiannya itulah aku menyukai sosoknya.
“ Denita Aldeandra!” teriaknya
mengagetkan ku.
“ Eh iya, apa Jar? Ada apa? Bisa
ga gausah teriak gitu, bikin kaget tahu”
“ Haha, lagian lu bengong mulu
dari tadi lagi mikirin apa si? Mikirin gue ya? Haha ”
“ Ng.. ii.. nggak dih Apa si pede
banget,ngapain juga mikirin lu. Udah deh intinya mau ngapain kesini Jar?”
Nyaris saja aku keceplosan
mengiyakan pertanyaannya itu. Tapi memang benar katanya, akhir-akhir ini aku memang
sering duduk sendiri memikirkan dia. Entah kenapa aku tak bisa melupakan dia
walau hanya satu detikpun.
“ Haha, yaudah si ya biasa aja
kali De. Ini gue mau balikin buku yang kemaren gue pinjem De, makasih ya lu
terbaik emang. Eh iya, gue boleh cerita gak?”
“ Oh buku, iya sama-sama Jar.
Yaudah si tinggal cerita aja, biasanya juga lu langsung nyerocos cerita ini itu
jar. Udah ayo apa? Mau cerita apa? Masalah cewe? Lagi berantem? Apa lagi mau
jalan?”
“ Haha, setdah nanyanya satu-satu
napa. Jadi gini De, besok itu kan Febri ulang tahun gue bingung mau ngasih apa.
Lu ada saran gak kira-kira gue ngasih apa sama dia? Yang sweet tapi De”
Jleebbb, rasanya saat dia berbicara
seperti itu serasa ada pisau tajam yang menghujam keras kearah hati ini. Sebisa
mungkin aku menjawabnya dengan tenang tanpa menampakkan kesedihan dan
kekecewaan ini.
“ Yee, dikira kenapa. Yaudah
kasih aja apa yang dia mau kali Jar ditambah puisi sama mawar gitu”
“ Bagus juga De ide lu, tapi
bikinin ya puisinya. Haha”
“ Iya dong. Dih napa jadi gue
yang bikin, bikin aja sendiri"
••••••••••SAHABAT
JADI CINTA•••••••••
“ De,nanti malem lu dateng kan ke
acaranya Febri?”
“ Iya bawel, gue dateng ko”
“ Yaudah nanti jam 7 gue jemput
ya?”
“ Iya, yaudah sana balik
siap-siap mau ke acara pacar harus rapi”
“ Ngusir nih ceritanya? Yaudah
gue balik deh ya, bye”
“ Iya, hati-hati”
Pria jangkung itupun bergegas
pergi dengan mobilnya. Akupun segera memasuki rumah dan bersiap untuk
menghadiri acara Febri. Waktu sudah hampir pukul 7 namun aku belum juga selesai
dengan aktivitas ku yang sibuk memilih baju. Tak lama kemudian Fajar sampai
kerumah untuk menjemput ku.
“ Assalamualaikum”
“Waalaikumsallam”
“ Bu, Denitanya ada?” Tanyanya
pada Ibu ku.
“ Bentar ya nak, ibu panggilin
dulu kamu masuk aja dulu.”
“Iya bu”
Ibupun segera bergegas menuju
kamar ku, diikuti Fajar yang melangkah masuk ke ruang tamu untuk menunggu ku.
“De, itu Fajar nunggu di depan
buru kasian. Lama banget dandan tuh ya” omel ibu.
“Iya bu, ini bentar lagi” dengan
terburu-buru akupun memutuskan untuk memakai gaun pemberian Fajar.
“Cepet de”
“Iya ibu, ini udah ko” aku segera
keluar menemui Fajar.
Saat aku keluar dari kamar, Fajar
menatap ku dengan tatapan tajam. Entah tatapan apa itu, mungkin tatapan kesal
atas ulah ku yang membuatnya menunggu lama. Namun ternyata salah, tatapan itu
adalah tatapan kekagumannya pada ku.
“Denita” sapanya, dan iapun
bangkit dari duduknya itu.
“Iya Jar, kenapa?”
Fajar pun terdiam. “ Woy biasa
aja kali liatinnya, udah ayo buru entar telat”
“ Eh, iya. Tapi lu tumben dadan
gini, asli cantik banget De. Beda dari biasanya deh”
Akupun hanya bisa tersenyum dan
tersipu malu mendengar ucapannya itu.
“Yaudah ayo berangkat De” katanya
sambil menarik lengan ku, lalu berpamitan pada Ibu.
Sesampainya di acara tersebut,
Fajar langsung menemui Febri dan memberikan kadonya itu. Namun ternyata setelah
Fajar memberikan kado tersebut, Febri mengatakan sesuatu yang membuat Fajar
sangat marah dan kecewa.
“Jar maksih ya kadonya, gue suka”
“Iya feb, sama-sama”
“Tapi maaf ya Jar, kita harus
putus”
“Loh kenapa Feb?” Tanya Fajar
pada Febri.
“Kita udah ga cocok, gue juga
udah nemuin orang yang pas buat gue maaf ya Jar”
“Oh gitu, yaudah long last ya
Feb. Makasih buat lukanya, bahagia ya lu sama dia!” dengan nada kesalnya itu.
Fajar
pun segera meninggalkan Febri dan menghampiri ku. Terlihat ada raut kesedihan,
kekecewaan dan kemarahan semuanya bercampur menjadi satu di muka Fajar.
“De,
balik yu?”
“Loh
ko balik? Acaranya belum selesai kali Jar. Napa sih?”
“Udah
ayo balik, entar gue certain di jalan. Ayo!” paksa Fajar.
“Yaudah
ayo, gak usah monyong Jar lu jelek soalnya. Haha”
“Sial,
udah ayo!”
••••••••SAHABAT JADI
CINTA•••••••••
Dua
minggu berlalu dan pagi ini kembali menghampiri, aktivitas hari ini sudah
menunggu ku di luar sana. Tapi kenapa pria jangkung berkulit putih itu sudah
memarkirkan mobilnya di halaman rumah ku? Rasanya aneh, tak biasanya ia seperti
itu. Dengan balutan seragam putih abu itu rasanya dia semakin tampan saja, dan
langsung saja aku menghampirinya yang sedang menunggu itu.
“Fajar,
tumben lu kesini. Ada apa? Ko mampir kesini? Emang ga berangkat sendiri?”
cerocos ku.
“Bisa ngga mba, kalo nanya itu
satu-satu. Gue kesini mau jemput lu kali De kita berangkat bareng. Mau kan?”
“Hah, gak salah lu? Biasanya juga
sendiri, lu kenapa? Kesambet apa pak? Haha”
“Anjir gue serius taplak, udah
ayo. Gue lagi pengen berangkat bareng lu aja gitu”
“Haha, iya deh iya. Yaudah ayo”
Tak
terasa pagi sudah berlalu, Matahari sudah berada tepat diatas kepala.
Sekolahpun sudah dibubarkan, dan saatnya pulang. Tapi saat aku menunggu angkot
tiba-tiba Fajar lewat dihadapanku dan dia pun memberhentikan mobilnya. Ia
keluar dari mobilnya itu.
“De,
pulang bareng gue aja yu?”
“Hmm,
yaudah deh jar ayo”
“Tapi
temenin gue ke toko buku dulu ya, gue mau beli novel dulu soalnya”
“Iya
Jar, mau beli novel apa sih emang?”
“Apa
aja dong, rahasia. Haha”
“
Dih, emang buat siapa novelnya?” selidik ku.
“Kepo
deh kaya dora De, udah ayo jalan”
“Iya
deh” akupun memasuki mobilnya itu.
••••••••SAHABAT JADI
CINTA••••••••
“Jar,
lu beli novel itu? Dih gak bilang-bilang, lu kan tau gue pengen banget novel
itu” omel ku.
“Iya, emang kenapa? Suka-suka gue
dong ya mau bilang apa ngga, lagian gue juga males ngomongnya sama lu. Haha”
“Anjay, awas lu ya” dengan nada
sengak dan wajah kesel.
“yee, biasa aja kali gausah
ngambek gitu. Jelek tau”
“Auah”
“Yaudah sebagai gantinya karena
gue gak bilang sama lu, kita nonton aja yu abis itu makan” bujuknya.
Akupun
tak percaya, dengan ucapannya itu namun rasanya hatiku sangat senang
mendengarnya. Tak biasanya dia seperti itu, ah apa ini hanya harapan semata
yang sedang ia tebar pada gadis yang saat ini sedang menyukainya? Entahlah.
“Yaudah
deh iya gapapa”
“yaudah
cus beli tiketnya dulu”
Kami pun membeli tiket terlebih
dulu dan kini kami menunggu filmnya untuk diputar. Sambil menunggu kami
sesekali bercanda dan tertawa seperti tanpa beban.
••••••••SAHABAT
JADI CINTA••••••••
Setelah menonton film kami pun
bergegas untuk pergi kesebuah tempat makan, disana kami saling mengenal satu
sama lain.
“Penakut lu De, orang filmnya
biasa aja juga gak serem-serem banget. Modus ya pengen gue perhatiin. Haha”
ledek Fajar.
“Dih, siapa juga yang modus. Lu
gak kira-kira kalo milih film, bete ah”
“Yee, malah bete udah cepet makan
De gue tau ko lu laper. Haha”
“Rese!”
••••••••SAHABAT
JADI CINTA••••••••
Beberapa minggu itulah yang
menjadi rutinitas kami, pergi bersama dan menghabiskan waktu seharian berdua.
Dari mulai pagi hingga malam, dari mulai sekolah, jalan, dinner, dan belajar
bersama.
Hingga tiba saatnya hari ini
tepat pada ulang tahun ku yang ke 17 dia benar-benar berbeda kepada ku.
Sikapnya sangat hangat dan sangat menyenangkan, membuat ku semakin benar-benar
menyukainya. Ya tuhan lelaki jangkung berkulit putih itu benar-benar telah
membawa separuh hati ku pergi.
“Happy sweet17 De, wish you all
the best” katanya sambil menyodorkan sebuah bingkisan kepadaku.
“Thanks my taplak kuh, ini apa
dah pake acara kado-kadoan segala?”
“Ini buat lu De, maaf ya gak
seberapa. Gue harap lu suka”
“Gue buka ya gapapa kan?”
“Iya buka aja gapapa ko”
Setelah merobek kertas bungkusan
kado itupun aku terkejut, ternyata isinya adalah sebuah novel yang dulu dia
beli bersama ku.
“Jar, ini buat gue?” tanyaku pada
dia, karena tak percaya,
“Iya De, itu buat lu. Buka deh
halaman terakhirnya” suruhnya pada ku.
“Emang kenapa?”
“Udah buka aja”
Aku pun membuka halaman terakhir
novel tersebut dan ternyata ada sebuah puisi.
Kamu……
Adalah
orang yang ku ingin.
Cinta…….
Adalah
rasa yang ku harap.
Hati…….
Adalah
penunggu setia dari keduanya.
Untuk
kamu Denita Aldeandrea,
Wanita
yang selama ini ku cari sudah lama ku menanti mu.
Dan
kini saatnya kamu mengetahui bahwa aku sangat mencintai mu.
Apakah
kamu bersedia untuk menjadi teman hidup ku?
Kita
lewati setiap helaan nafas dan langkah kita bersama selamanya.
Andrean
Fajar Putra.
Aku tak percaya dengan isi puisi
tersebut, apa ini hanya mimpi? Atau hanya halusinasi semata? Ah, tolong
bangunkan aku dari tidur ku, tolong sadarkan aku dari halusinasi ku. Tapi
ternyata itu tak mimpi, dia langsung menanyakan jawaban ku.
“Gimana De, mau ga?”
“Eh, ini serius Jar?” tanyaku
yang masih tak percaya.
“Iya Denita Aldeandra, itu
serius. Gue sadar kalo gue Cuma butuh lo, dan gue cuma sayang sama lo. Jadi
gimana mau ngga?”
“Hmm, gimana ya?”
“Ayo dong kepastiannya De”
“Iya deh iya Jar gue mau ko”
jawab ku atas segala pertanyaannya itu.
“Serius? Mau? Beneran? Makasih
De, lu emang the best De ga salah gue pilih lu. Love you my girl friend”
“Iya taplak, love you too my boy
friend”
Kami pun tertawa bersama setelah
apa yang terjadi hari ini, dia yang mampu mencuri hati ku kini benar-benar
menjadi teman hidupku. Dan kami pun sudah menceritakannya pada kedua orang tua
kami, dan merekapun mengizinkan aku dan Andrean Fajar Putra sang lelaki
jangkung berkulit putih untuk bersama.
Ketika
seorang sahabat berharap lebih apa itu salah? Ketika seorang sahabat menyimpan
rasa yg lebih apa itu salah? Tidak ada yang salah dari itu semua, karena waktu
akan menjawabnya. Jika memang berjodoh mungkin kita akan ditaqdirkan untuk
bersama. Dan itulah kisah ku yang berharap lebih dari seorang sahabat, hingga
akhirnya berubah menjadi sebuah cinta yang tulus tanpa alasan.
••••••••SAHABAT
JADI CINTA••••••••